analgetika
Definisi
Permasalahan:
1. Mengapa pada penggunaan obat analgetik narkotik harus dibatasi?
2. Bagaimana cara kerja obat analgetik narkotik golongan morfin? dan apa efek sampingnya?
3. Obat-obat apa saja yang digunakan pada terapi nyeri?
Analgetik
adalah senyawa yang pada dosis terapi meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa
memiliki kerja anestesi umum. Anelgetik berasal dari bahasa Yunani an “tanpa” dan algia “nyeri”. Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk
melindungi dan melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya
gangguan-gangguan pada tubuh, seperti peradangan, infeksi bakter, dan kejang
ototadanya rangsangan mekanis atau kimiawi dapat menimbulkan kerusakan pada
jaringan dan akibatnya melepaskan zat-zat tertentu yang disebut
mediator-mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain: hsitamin, serotonin,
plasmakinin, prostaglandin, dan ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor
nyesri paa ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, dan jaringan lalu
dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan saraf pusat (SSP) melalui sumsum
tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar.
Mekanisme
nyeri melibatkan presepsi dan respon terhadap nyeri tersebut. Mekanisme nyeri
melibatkan empat proses, yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan presepsi.
Ø Transduksi
adalah suatu proses timbulnya rangsangan yang mengganggu dan menyebabkan
depolarisasi nosiseptor serta memicu stimulus nyeri. Stimulus nyeri ini terjadi
karena adanya kerusakan pada jaringan, misalnya akibat trauma, peradangan,
pembedahan, dan lain sebagainya.
Ø Transmisi
adalah proses penerusan impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf
perifer ke medulla spinalis. Kemudian dari medulla spinalis, jaringan saraf
akan naik (ascend) menuju ke batang otak dan thalamus. Selanjutnya dari
thalamus, impuls akan disalurkan ke daerah somatosensoris di cortexserebi dan
diintepretasikan sebagai rasa nyeri.
Ø Modulasi
adalah proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang
dihasilkan oleh tubuh dengan impuls nyeri yang masuk ke medulla spinalis.
Sistem analgesik endogen meliputi serotonin, enkefalin, noradrenalin, dan
endorphin yang memiliki efek dapat menekan impuls nyeri pada medulla spinalis.
Proses modulasi ini dapat dihambat dengan obat golongan opioid.
Ø Presepsi
adalah proses hasil akhir dari rangkaian proses transduksi, transmisi dan
modulasi yang menghasilkan suatu perasaan bersifat subjektif yang dipengaruhi
oleh kondisi individu seseorang. Presepsi nyeri juga dipengaruhi oleh proses
fisiologis dan emosi yang dirasakan oleh seseorang.
Atas kerja dasar
farmakologisnya, analgetika dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
a.
Analgetika perifer (non-narkotik), yang
terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral.
Analgetika antiradang termasuk kelompok ini
b. Analgetika narkotik khusus digunakan
untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker.
Berdasarkan
mekanisme kerja pada tingkat molekul analgetika dibagi menjadi dua golongan
yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.
ANALGETIKA
NARKOTIK
Analgetika narkotik adalah
senyawa yang dapat menekan Sistem saraf pusat secara selektif, digunakan untuk
mengurangi rasa nyeri yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung
akut, sesudah operasa dan kolik usus atau ginjal. Analgetika narkotik sering
pula digunakan untuk pramedikasi anastesi, bersama-sama dengan atropine, untuk
mengontrol sekresi.
Aktivitas analgetika narkotik jauh
lebih besar dibandingkan aktifitas analgetika non narkotik sehingga disebut
juga analgetika kuat. Golongan ini pada umumnya menimbulkan euforia sehingga
banyak disalahgunakan. Pemberian obat secara terus-menerus menimbulkan
ketergantungan fisik dan mental atau kecanduan, dan efek ini terjadi secara
cepat. Penghentian secara tiba-tiba dapat menyebabkan sindrom abstinence atau
gejala withdrawal. Kelebihan dosis dapat menyebabkan kematian katena
terjadi depresi pernafasan.
Mekanisme
kerja analgetika narkotik
Efek analgesik dihasilkan oleh
adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal
chord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan rasa
mengantuk.
Menurut Beckett dan Casy,
reseptor turunan morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk timbulnya
aktifitas analgesik, yaitu :
1. Struktur bidang datar, yang
mengikat cicin aromatik obat melalui ikatan van der Waals.
2. Tempat anionic yang mampu berinteraksi
dengan pusat muatan positif obat.
3.
Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bidang -CH2-CH2- dari
proyeksi cincin piperidin, yang terletak di depan bidang yang mengandung cincin
aromatik dan pusat dasar.
Berdasarkan struktur kimianya
analgetika narkotik dibagi menjadi empat kelompok yaitu turunan morfin, tirinan
fenilpiperidin (meperidin), turunan difenilpropilamin (metadon) dan turunan
lain-lain.
A.
Turunan
Morfin
Morfin didapat dari opium, yaitu
getah kering tanaman Papaver somniferum. Opium mengandung tidak kurang
dari 25 alkaloida, antara lain adalah morfin, kodein, noskapin, papaverin,
tebain dan narsein.
Selain efek analgesik, turunan
morfin juga menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan. Oleh karena itu
distribusi turunan morfin dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Karena
turunan morfin menimbulkan efek kecanduan, yang terjadi secara cepat, maka
dicari turunan atau analognya, yang masih mempunyai efek analgesik tetapi efek
kecanduannya lebih rendah.
Struktur umum turunan morfin
Ø Metilasi gugus fenolik
OH dari morfin akan mengakibatkan penurunan aktivitas analgesik secara drastis.
Gugus fenolik bebas adalah sangat krusial untuk aktivitas analgesik.
Ø Penutupan atau
penghilangan gugus alkohol tidak akan menimbulkan penurunan efek analgesik dan
pada kenyataannya malah sering menghasilkan efek yang berlawanan. Peningkatan
aktivitas lebih disebabkan oleh sifat farmakodinamik dibandingkan dengan
afinitasnya dengan reseptor analgesik.
Ø Beberapa analog termasuk
dihidromorfin menunjukkan bahwa ikatan rangkap tidak penting untuk aktivitas
analgesik.
Ø Penggantian gugus
N-metil dengan proton mengurangi aktivitas analgesik tetapi tidak
menghilangkannnya. Gugus NH lebih polar dibandingkan dengan gugus N-metil tersier
sehingga menyulitkannya dalam menembus sawar darah otak akibatnya akan
menurunkan aktivitas analgesik. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi N-metil
tidak terlalu signifikan untuk aktivitas analgesik. Sedangkan penghilangan atom
N akan menyebabkan hilangnya aktivitas.
Ø Cincin aromatik memegang
peranan penting dimana jika senyawa tidak memiliki cincin aromatik tidak akan
menghasilkan aktivitas analgesik. Substitusi pada cincin aromatik juga akan
mengurangi aktivitas analgesik.
Ø Pemecahan jembatan eter
antara C4 dan C5 akan munurunkan aktivitas.
Ø Adanya perubahan
stereokimia di bahkan satu pusat kiral dapat mengakibatkan perubahan bentuk
yang drastis, sehingga mustahil bagi molekul untuk berikatan dengan reseptor
analgesi.
Ø Penghilangan cincin E
akan mengakibatkan kehilangan seluruh aktivitas, hal ini menunjukkan pentingnya
nitrogen untuk aktivitas analgesik.
Ø Penghilangan jembatan
oksigen memberikan serangkaian senyawa yang disebut morphinan yang memiliki
aktivitas analgesik yang bermanfaat. Ini menunjukkan bahwa jembatan oksigen
tidak terlalu penting.
Ø Pembukaan kedua cincin
ini akan menghasilkan gugus senyawa yang dinamakan benzomorphan yang
mempertahankan aktivitas analgesik. Hal ini menandakan bahwa cincin C dan D
tidak penting untuk aktivitas analgesik.
Ø Penghilangan cincin B,C,
dan D akan menghasilkan senyawa 4-phenylpiperidine yang memiliki aktivitas
analgesik. Hal ini menunjukkan bahwa cincn B,C dan D tidak penting untuk
aktivitas analgesik.
Ø Penghilangan cincin
B,C,D dan E akan menghasilkan senyawa analgesik yaitu methadone.
Ø Eterifikasi dan
esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas analgesik,
meningkatkan aktivitas antibatuk dan meningkatkan efek kejang.
Ø Eterifikasi,
esterifikasi, oksidasi atau pergantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen
atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik, meningkatkan efek
stimulan, tetapi juga meningkatkan toksisitas.
Ø Perubahan gugus
hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik
secara drastis.
Ø Pengubahan konfigurasi
hidroksil pada C6 dapat meningkatkan efek analgesik.
Ø Hidrogenasi ikatan
rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau
lebih tinggi dibanding morfin.
Ø Pembukaan cincin
piperidin menyebabkan penurunan aktivitas.
Ø Demetillasi pada C17 dan
perpanjangan rantai alifatik yang terikat pada atom N dapat menurunkan
aktivitas. Adanya gugus alil pada atom N menyebabkan senyawa bersifat antagonis
kompetitif, ukuran dari substituen N akan mempengaruhi potensi dan sifat agonis
atau antagonis. Secara umum, substitusi N-metil akan menghasilkan senyawa
dengan sifat agonis yang baik. Peningkatan ukuran substituen N dengan 3 atau 5
karbon akan menghasilkan senyawa yang antagonis dengan beberapa atau semua
reseptor opioid
B.
Turunan
Meperidin
Meskipun strukturnya tidak
berhubungan dengan struktur morfin tetapi masih menunjukkan kemiripan karena
mempunyai pusat atom C kuartener, rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin
aromatik sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgesik.
C.
Turunan
Metadon
Turunan metadon bersifat optis
aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai
cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan
metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. Hal ini
disebabkan karena ada daya tarik –menarik dipol-dipol antara basa N dengan
gugus karboksil.
Contoh:
1. Metadon, mempunyai
aktivitas analgesik 2 kali morfin dan 10 kali meperidin. Levanon adalah isomer
levo metadon, tidak menimbulkan euforia seperti morfin dan dianjurkan sebagai
obat pengganti morfin untuk pengobatan kecanduan.
2.
Propoksifen, yang aktif sebagai analgesik adalah bentuk isomer α (+).
Bentuk isomer α(-) dan β-diastereoisomer aktivitas analgesiknya rendah. α (-)
Propoksifen mempunyai efek antibatuk yang cukup besar. Aktivitas analgesik α
(+) propoksifen kira-kira sama dengan kodein, dengan efek samping lebih rendah.
α (+) propoksifen digunakan untuk menekan efek gejala withdrawal morfin
dan sebagai analgesik nyeri gigi. Berbeda dengan efek analgesik narkotik yang
lain, α (+) propoksifen tidak mempunyai efek antidiare, antibatuk dan
antipiretik.
ANALGETIKA
NON NARKOTIK
Analgetika non narkotik digunakan
untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat sehingga sering disebut analgetika
ringan, juga menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan
sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika non narkotik bekerja
pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Berdasarkan struktur kimianya
analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik-antipiretik
dan obat antiradang bukan steroid (Non Steroid antiinflamatory Drugs =
NSAID).
Mekanisme
Kerja
Ø Analgesik
Analgetika non narkotik
menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat secara langsung dan selektif
enzim-enzim pada Sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin,
seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh
mediator-mediator rasa sakit, seperti baradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin,
prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit
secara mekanis atau kimiawi.
Ø Antipiretik
Analgetika non narkotik
menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada
penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh
darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan
pengeluaran keringat.
Ø Antiradang
Analgetika non narkotik
menimbulkan efek antiradang dengan menghambat biosintesis dan pengeluaran
prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase
sehingga menurunkan gejala keradangan. Mekanisme lain adalah menghambat
enzim-enzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein,
meningkatkan pergantian jaringa kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung
dan mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui stabilisasi membran yang
terkena radang.
Penggolongan
·
Analgetik-Antipiretika
Obat golongan ini digunakan untuk
pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit tidak
menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit Berdasarkan struktur kimianya
obat analgetik-antipiretika dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan anilin
adan para-aminifenol, dan turunan 5-pirazolon.
a.
Turunan
Anilin dan para-Aminofenol
Turunan anilin dan p-aminofenol,
seperti asetaminofen, asetanilid, dan fanasetin, mempunyai aktivitas
analgesik-antipiretik sebanding dengan aspirin, tapi tidak memiliki efek anti
inflamasi dan antirematik. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri
kepala dan nyeri pada otot atau sendi, dan obat penurun panas yang cukup baik.
Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah methemoglobin dan
hepatotoksik.
Hubungan
struktur-aktivitas:
1. Anilin
mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya juga besar karena
menimbulkan methemoglobin, suatu bentuk hemoglobin yang tidak dapat berfungsi
sebagai pembawa oksigen.
2. Substitusi
pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat menurunkan aktivitas dan
toksisitasnya. Asetilasi gugus amino (asetanilid) dapat menurunkan
toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih
besar menyebabkan pembentukan methemoglobin dan mempengaruhi jantung. Homolog
yang lebih tinggi dari asetanilid mempunyai kelarutan dalam air sangat rendah
sehingga efek analgesik dan antipiretiknya juga rendah.
3. Turunan
aromatik dari asetanilid, seperti benzenanilid, sukar larut dalam air, tidak
dapat dibawa oleh cairan tubuh ke reseptor sehingga tidak menimbulkan efek
analgesik, sedang salisilanilid sendiri walaupun tidak mempunyai efek analgesik
tetapi dapat digunakan sebagai antijamur.
4. Para-aminifenol
adalah produk metabolic dari anilin, toksisitasnya lebih rendah disbanding
anilin dan turunan orto dan meta, tetapi masih terlalu toksik untuk langsung
digunakan sebagai oat sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk
mengurangi toksisitasnya.
5. Asetilasi
gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan menurunkan toksisitasnya,
pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada
pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan methemoglobin dan kerusakan hati.
6.
Eterifikasi
gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus metil (anisidin) dan etil
(fenetidin) meningkatkan aktivitas analgesik tetapi karena mengandung gugus amino
bebas maka pembentukan methemoglobin akan meningkat.
7.
Pemasukan
gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat dan sulfonat, ke inti
benzene akan menghilangkan aktivitas analgesik.
8. Etil
eter dari asetaminofen (fenasentin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi,
tetapi pada penggunaan jangka panjang menyebabkan methemoglobin, kerusakan
ginjal dan bersifat karsinogenik sehingga obat ini dilarang di Indonesia.
9. Ester
salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan meningkatkan
aktivitas analgesik.
b.
Turunan
5-Pirazolon
Turunan 5-pirazolon, seperti
antipirin, amidopirin, dan metampiron mempunyai aktifitas analgesik-antipiretik
dan antirematik serupa dengan aspirin. Turunan ini digunakan untuk mengurangi
rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, nyeri pada spasma usus, ginjal, saluran
empedu dan usus, neuralgia, migraine, dismenore, nyeri gigi dan nyeri pada
rematik. Efek sampinga yang ditimbulkan oleh turunan 5-pirazolon adalah
agranulositosis yang dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal.
Anti
Radang Bukan Steroid
Berdasarkan struktur kimianya
obat antiradang bukan steroid dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan
salisilat, turunan 5-pirazolidindion, turunan asam N-arilantranilat, turunan
salisilat, turunan heteroarilasetat, turunan oksikam dan turunan lain-lain.
Turunan
asam salisilat
Asam salisilat memiliki aktivitas
analgesik antipiretik dan antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral
karena terlalu toksik. Yang banyak digunakan sebagai analgesik anti piretik
adalah senyawa turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi
rasa nyeri pada kepala, nyeri otot dan nyeri yang berhubungan dengan rematik.
Kurang efektif untuk mengurangi nyeri pada gigi, dismenore, dan nyeri pada
kanker, tidak efektif untuk mengurangi nyeri pada kram, kolik dan migrain,
turunan asam salisilat mempunyai efek samping mengiritasi lambung. Iritasi
lambung yang akut kemungkinan berhubungan dengan gugus karboksilat yang
bersifat asam, sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabkan oleh
penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu suatu senyawa yang
dapat meningkatkan vasodilatasi mukosa lambung, sehingga terjadi peningkatan
sekresi asam lambung dan vasokonstriksi mukosa lambung, yang menyebabkan
nekrosis iskemik dan kerusakan mukosa lambung.
Untuk meningkatkan aktivitas
analgesik-antipiretik dan menurunkan efek samping, modifikasi struktur turunan
asam saisilat telah dilakukan melalui empat jalan, yaitu:
1. Mengubah gugus karboksil melalui
pembentukan garam, ester atau amida. Turunan tipe ini memiliki efek antipiretik
rendah dan lebih banyak untuk penggunaan setempat sebagai counterirritant dan
obat gosok karena di absorbs dengan baik melalui kulit.
Contoh: metilsalisilat,
asetaminosasol, natrium salisilat, kolin salisilat, magnesium salisilat dan
salisilamid.
2. Substitusi pada gugus hidroksil,
Contoh : asam asetil salisilat ( aspirin ) dan salsalat.
3. Modifikasi pada gugus karboksil
dan hidroksil. Modifikasi ini berdasarkan pada prinsip salol, dan pada in
vivo senyawa di hidrolisis menjadi aspirin.
4. Memasukan gugus hidroksil atau
gugus yang lain pada cincin aromatik atau mengubah gugus-gugus fungsional.
Contoh : flufensial, diflunisal dan meseklazon.
Hubungan
struktur-aktivitas turunan asam salisilat
1. Senyawa
yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting
untuk aktivitas dan letak gugus hidroksil harus berdekatan dengannya.
2. Turunan
halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat meningkatkan aktivitas tetapi
menimbulkan toksisitas lebih besar.
3.
Adanya
gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas.
4. Pemasukan
gugus metil pada posisi 3 menyebabkan metabolisme atau hidrolisis gugus asetil
menjadi lebih lambat sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang.
5.
Adanya
gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat meningkatkan aktivitas.
6. Adanya
gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus karboksilat (diflunisal) dapat
meningkatkan aktivitas analgesik, memperpanjang masa kerja obat dan
menghilangkan efek samping, seperti iritasi saluran cerna dan peningkatan waktu
pembekuan darah.
7.
Efek
iritasi dari aspirin dihubungkan dengan gugus karboksilat. Esterifikasi gugus
karboksil akan menurunkan efek iritasi tersebut. Karbetil salisilat adalah
ester karbonat dari etil salisilat, ester ini tidak menimbulkan iritasi lambung
dan tidak berasa.
Turunan
5-Pirazolidindion
Turunan 5-Pirazolidindion,
seperti fenilbutazon dan oksifenbutazon, adalah antiradang non steroid yang
banyak digunakan untuk meringankan rasa nyeri yang berhubungan dengan rematik,
penyakit pirai pada sakit persendian. Turunan ini menimbulkan efek samping
agranulositosis yang cukup besar dan iritasi lambung.
Turunan
Asam N-Arilantranilat
Asam antranilat adalah analog
nitrogen dari asam salisilat. Turunan Asam N-Arilantranilat digunakan sebagai
antiradang pada pengobatan rematik, dan sebagai analgesik untuk mengurangi rasa
nyeri yang ringan dan moderat. Turunan ini menimbulkan efek samping san iritasi
saluran cerna, mual, diare, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis dan
trombositopenia.
Hubungan
struktur aktivitas
1. Turunan asam N-antranilat
mempunyai aktivitas yang lebih tinggi bila pada cincin benzene yang terikat
atom N mempunyai substituen-substituen pada posisi 2,3, dan 6.
2. Yang aktif adalah turunan senyawa
2,3-disubstitusi. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa mempunyai aktivitas yang
lebih besar apabila gugus-gugus pada N-aril berada di luar koplanaritas asam
antranilat. Struktur tidak planar tersebut sesuai dengan tempat reseptor
hipotetik antiradang. Contoh: adanya substituen orto-metil pada asam mefenamat
dan orto-klor pada asam meklofenamat akan meningkatkan aktivitas analgesik
3. Penggantian atom N pada asam
antranilat dengan gugus-gugus isosterik seperti O,S, dan CH2 dapat menurunkan
aktivitas.
Permasalahan:
1. Mengapa pada penggunaan obat analgetik narkotik harus dibatasi?
2. Bagaimana cara kerja obat analgetik narkotik golongan morfin? dan apa efek sampingnya?
3. Obat-obat apa saja yang digunakan pada terapi nyeri?
DAFTAR PUSTAKA
Patrick,
G. 1995. An Introductin To Medicinal
Chemistry. Oxford University Press, New York.
Siswandono
dan Soekardjo, B. 2008. Kimia Medisinal edisi ke-2. Airlangga University
Press, Surabaya.
Sovia, E dan E. R.
Yuslianti. 2019. Farmakologi Kedokteran
Gigi Praktis. Deepublish, Yogyakarta.
Terima kasih, artikelnya cukup membantu, saya akan mencoba menjawab persoalan no 1 : penggunaan obat analgetik narkotik harus dibatasi, obat analgetik narkotik ini harusnya dikonsumsi sesuai dengan resep dokter yang telah diberikan karena pemakaian atau mengkonsumsi obat analgetik narkotik terlalu sering bisa menyebabkan ketergantungan.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusHai maya andini, saya akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 3,pada terapi nyeri pemilihan obat tergantung pada jenis nyeri yang dialami. Diantara lain obatnya, yaitu:
BalasHapus1. Nyeri ringan (keseleo, sakit gigi) obat yang digunakan yaitu analgetik perifer, misal paracetamol.
2. Nyeri yang hebat (nyeri-nyeri organ dalam, ex: lambung) obat yang digunakan yaitu analgetik sentral (narkotik) dengan suatu obat pelawan kejang. Misal morfin dg atropin
Baiklah maya saya disini akan mencoba menjawab pertanyaan no 2 yaitu Obat analgetik narkotik golongan morfin merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit. Dalam mengatasi nyeri morfin bekerja dengan cara menghambat sinyal saraf nyeri ke otak, sehingga tubuh tidak merasakan sakit. Adapun efek samping yang ditimbulkan morfin, yaitu gangguan tidur, gatal, berkeringat, dll.
BalasHapusHii maya!!
HapusSaya ingin menambahkan jawaban dari sodari Anis cahyani, menurut sumber yg saya baca biasanya efek samping dr morfin ini tu akan hikang dengan sendirinya setelah tubuh menyesuaikan diri dengan obat. Jika efek ny tak kunjung reda atau tambah parah ini sebaiknya ditangani oleh tenaga medis, misal tumbul efek, kejang, sesaj napas, halu dan hilang kesadaran.
Hii Maya!!terimakasih artikelnya sangat bermanfaat sekali. Saya ingin menambahkan sedikit jawaban dari permasalahn no 3.
BalasHapusObat golongan narkotika memang berguna sebagai analgesik, namun perlu diperhatikan selain dapat menyebabkan ketergantungan terdapat efek samping lain yang dihasilkan. Efek samping utama dari narkotika adalah depresi napas, yang dapat menyebabkan seseorang menjadi apnea atau tidak bernapas. Oleh karena itu, kita banyak mendengar kalau orang yang mengalami overdosis narkotika dapat berakhir meninggal.
Selain itu, narkotika juga mengurangi motilitas alias kontraksi usus. Hal ini dapat menyebabkan konstipasi. Oleh sebab itu, penggunaan narkotika harus benar-benar dilakukan dalam supervisi medis, yakni digunakan secara tepat dengan dosis yang tepat pula.
Hai Maya. Terimakasih atas pemaparan nya. Saya akan mencoba menyelesaikan permasalahan yang point 1. Analgetik narkotik harus dbatasi itu karena dapat menimbulkan ketergantungan. Selain itu mekanisme nya adalah dengan menekan sistem saraf pusat secara selektif, maka apabila digunakan berlebihan maka akan terus menekan sistem saraf pusat Dan akan menyebabkan kelainan pada sistem saraf pusat. Terimakasih
BalasHapusterimakasih maya untuk artikel nya, artikel yang sangat menarik untuk menambah pengetahuan. saya akan membantu menjawab permasalahan pada point 1. Mengapa pada penggunaan obat analgetik narkotik harus dibatasi? karena pada obat analgetik narkotik mempunyai risiko besar terhadap ketergantungan obat(adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan untuk pengobatan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri in&ark jantung,kolik batu empedu 7 batu ginjal). tanpa indikasi kuat, tidak dibenarkan penggunaannya secara kronik, disamping untuk mengatasi nyeri hebat, penggunaan narkotik diindikasikan padakanker stadium lanjut karena dapat meringankan penderitaan.
BalasHapussemoga dapat memahami jawabannya.
terimakasih !