analgetika

Definisi 
Analgetik adalah senyawa yang pada dosis terapi meringankan atau menekan rasa nyeri tanpa memiliki kerja anestesi umum. Anelgetik berasal dari bahasa Yunani an “tanpa” dan algia “nyeri”. Nyeri adalah suatu gejala yang berfungsi untuk melindungi dan melindungi dan memberikan tanda bahaya tentang adanya gangguan-gangguan pada tubuh, seperti peradangan, infeksi bakter, dan kejang ototadanya rangsangan mekanis atau kimiawi dapat menimbulkan kerusakan pada jaringan dan akibatnya melepaskan zat-zat tertentu yang disebut mediator-mediator nyeri. Mediator nyeri antara lain: hsitamin, serotonin, plasmakinin, prostaglandin, dan ion-ion kalium. Zat-zat ini merangsang reseptor nyesri paa ujung saraf bebas di kulit, selaput lendir, dan jaringan lalu dialirkan melalui saraf sensoris ke susunan saraf pusat (SSP) melalui sumsum tulang belakang ke talamus dan ke pusat nyeri di otak besar.

Mekanisme nyeri melibatkan presepsi dan respon terhadap nyeri tersebut. Mekanisme nyeri melibatkan empat proses, yaitu transduksi, transmisi, modulasi, dan presepsi.
Ø Transduksi adalah suatu proses timbulnya rangsangan yang mengganggu dan menyebabkan depolarisasi nosiseptor serta memicu stimulus nyeri. Stimulus nyeri ini terjadi karena adanya kerusakan pada jaringan, misalnya akibat trauma, peradangan, pembedahan, dan lain sebagainya.
Ø Transmisi adalah proses penerusan impuls nyeri dari tempat transduksi melewati saraf perifer ke medulla spinalis. Kemudian dari medulla spinalis, jaringan saraf akan naik (ascend) menuju ke batang otak dan thalamus. Selanjutnya dari thalamus, impuls akan disalurkan ke daerah somatosensoris di cortexserebi dan diintepretasikan sebagai rasa nyeri.
Ø Modulasi adalah proses terjadinya interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh dengan impuls nyeri yang masuk ke medulla spinalis. Sistem analgesik endogen meliputi serotonin, enkefalin, noradrenalin, dan endorphin yang memiliki efek dapat menekan impuls nyeri pada medulla spinalis. Proses modulasi ini dapat dihambat dengan obat golongan opioid.
Ø Presepsi adalah proses hasil akhir dari rangkaian proses transduksi, transmisi dan modulasi yang menghasilkan suatu perasaan bersifat subjektif yang dipengaruhi oleh kondisi individu seseorang. Presepsi nyeri juga dipengaruhi oleh proses fisiologis dan emosi yang dirasakan oleh seseorang.

Atas kerja dasar farmakologisnya, analgetika dibagi menjadi dua kelompok besar, yaitu:
a.    Analgetika perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgetika antiradang termasuk kelompok ini
b.   Analgetika narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada fractura dan kanker.
Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul analgetika dibagi menjadi dua golongan yaitu analgetika narkotik dan analgetika non narkotik.

ANALGETIKA NARKOTIK
Analgetika narkotik adalah senyawa yang dapat menekan Sistem saraf pusat secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa nyeri yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasa dan kolik usus atau ginjal. Analgetika narkotik sering pula digunakan untuk pramedikasi anastesi, bersama-sama dengan atropine, untuk mengontrol sekresi.
Aktivitas analgetika narkotik jauh lebih besar dibandingkan aktifitas analgetika non narkotik sehingga disebut juga analgetika kuat. Golongan ini pada umumnya menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan. Pemberian obat secara terus-menerus menimbulkan ketergantungan fisik dan mental atau kecanduan, dan efek ini terjadi secara cepat. Penghentian secara tiba-tiba dapat menyebabkan sindrom abstinence atau gejala withdrawal. Kelebihan dosis dapat menyebabkan kematian katena terjadi depresi pernafasan.

Mekanisme kerja analgetika narkotik
Efek analgesik dihasilkan oleh adanya pengikatan obat dengan sisi reseptor khas pada sel dalam otak dan spinal chord. Rangsangan reseptor juga menimbulkan efek euforia dan rasa mengantuk.
Menurut Beckett dan Casy, reseptor turunan morfin mempunyai tiga sisi yang sangat penting untuk timbulnya aktifitas analgesik, yaitu :
1. Struktur bidang datar, yang mengikat cicin aromatik obat melalui ikatan van der Waals.
2. Tempat anionic yang mampu berinteraksi dengan pusat muatan positif obat.
3. Lubang dengan orientasi yang sesuai untuk menampung bidang -CH2-CH2- dari proyeksi cincin piperidin, yang terletak di depan bidang yang mengandung cincin aromatik dan pusat dasar. 


Berdasarkan struktur kimianya analgetika narkotik dibagi menjadi empat kelompok yaitu turunan morfin, tirinan fenilpiperidin (meperidin), turunan difenilpropilamin (metadon) dan turunan lain-lain.

A.      Turunan Morfin
Morfin didapat dari opium, yaitu getah kering tanaman Papaver somniferum. Opium mengandung tidak kurang dari 25 alkaloida, antara lain adalah morfin, kodein, noskapin, papaverin, tebain dan narsein.
Selain efek analgesik, turunan morfin juga menimbulkan euforia sehingga banyak disalahgunakan. Oleh karena itu distribusi turunan morfin dikontrol secara ketat oleh pemerintah. Karena turunan morfin menimbulkan efek kecanduan, yang terjadi secara cepat, maka dicari turunan atau analognya, yang masih mempunyai efek analgesik tetapi efek kecanduannya lebih rendah. 


Struktur umum turunan morfin

Ø  Metilasi gugus fenolik OH dari morfin akan mengakibatkan penurunan aktivitas analgesik secara drastis. Gugus fenolik bebas adalah sangat krusial untuk aktivitas analgesik.
Ø  Penutupan atau penghilangan gugus alkohol tidak akan menimbulkan penurunan efek analgesik dan pada kenyataannya malah sering menghasilkan efek yang berlawanan. Peningkatan aktivitas lebih disebabkan oleh sifat farmakodinamik dibandingkan dengan afinitasnya dengan reseptor analgesik. 
Ø  Beberapa analog termasuk dihidromorfin menunjukkan bahwa ikatan rangkap tidak penting untuk aktivitas analgesik.
Ø Penggantian gugus N-metil dengan proton mengurangi aktivitas analgesik tetapi tidak menghilangkannnya. Gugus NH lebih polar dibandingkan dengan gugus N-metil tersier sehingga menyulitkannya dalam menembus sawar darah otak akibatnya akan menurunkan aktivitas analgesik. Hal ini menunjukkan bahwa substitusi N-metil tidak terlalu signifikan untuk aktivitas analgesik. Sedangkan penghilangan atom N akan menyebabkan hilangnya aktivitas. 
Ø  Cincin aromatik memegang peranan penting dimana jika senyawa tidak memiliki cincin aromatik tidak akan menghasilkan aktivitas analgesik. Substitusi pada cincin aromatik juga akan mengurangi aktivitas analgesik.
Ø   Pemecahan jembatan eter antara C4 dan C5 akan munurunkan aktivitas.  
Ø  Adanya perubahan stereokimia di bahkan satu pusat kiral dapat mengakibatkan perubahan bentuk yang drastis, sehingga mustahil bagi molekul untuk berikatan dengan reseptor analgesi. 
Ø Penghilangan cincin E akan mengakibatkan kehilangan seluruh aktivitas, hal ini menunjukkan pentingnya nitrogen untuk aktivitas analgesik. 
Ø Penghilangan jembatan oksigen memberikan serangkaian senyawa yang disebut morphinan yang memiliki aktivitas analgesik yang bermanfaat. Ini menunjukkan bahwa jembatan oksigen tidak terlalu penting. 
Ø Pembukaan kedua cincin ini akan menghasilkan gugus senyawa yang dinamakan benzomorphan yang mempertahankan aktivitas analgesik. Hal ini menandakan bahwa cincin C dan D tidak penting untuk aktivitas analgesik. 
Ø Penghilangan cincin B,C, dan D akan menghasilkan senyawa 4-phenylpiperidine yang memiliki aktivitas analgesik. Hal ini menunjukkan bahwa cincn B,C dan D tidak penting untuk aktivitas analgesik. 
Ø   Penghilangan cincin B,C,D dan E akan menghasilkan senyawa analgesik yaitu methadone.
Ø Eterifikasi dan esterifikasi gugus hidroksil fenol akan menurunkan aktivitas analgesik, meningkatkan aktivitas antibatuk dan meningkatkan efek kejang. 
Ø Eterifikasi, esterifikasi, oksidasi atau pergantian gugus hidroksil alkohol dengan halogen atau hidrogen dapat meningkatkan aktivitas analgesik, meningkatkan efek stimulan, tetapi juga meningkatkan toksisitas.
Ø  Perubahan gugus hidroksil alkohol dari posisi 6 ke posisi 8 menurunkan aktivitas analgesik secara drastis.
Ø   Pengubahan konfigurasi hidroksil pada C6 dapat meningkatkan efek analgesik.
Ø  Hidrogenasi ikatan rangkap C7-C8 dapat menghasilkan efek yang sama atau lebih tinggi dibanding morfin.
Ø  Pembukaan cincin piperidin menyebabkan penurunan aktivitas. 
Ø  Demetillasi pada C17 dan perpanjangan rantai alifatik yang terikat pada atom N dapat menurunkan aktivitas. Adanya gugus alil pada atom N menyebabkan senyawa bersifat antagonis kompetitif, ukuran dari substituen N akan mempengaruhi potensi dan sifat agonis atau antagonis. Secara umum, substitusi N-metil akan menghasilkan senyawa dengan sifat agonis yang baik. Peningkatan ukuran substituen N dengan 3 atau 5 karbon akan menghasilkan senyawa yang antagonis dengan beberapa atau semua reseptor opioid


B.       Turunan Meperidin
Meskipun strukturnya tidak berhubungan dengan struktur morfin tetapi masih menunjukkan kemiripan karena mempunyai pusat atom C kuartener, rantai etilen, gugus N-tersier dan cincin aromatik sehingga dapat berinteraksi dengan reseptor analgesik.

C.      Turunan Metadon
Turunan metadon bersifat optis aktif dan biasanya digunakan dalam bentuk garam HCl. Meskipun tidak mempunyai cincin piperidin, seperti pada turunan morfin atau meperidin, tetapi turunan metadondapat membentuk cincin bila dalam lartan atau cairan tubuh. Hal ini disebabkan karena ada daya tarik –menarik dipol-dipol antara basa N dengan gugus karboksil.
Contoh:
1. Metadon, mempunyai aktivitas analgesik 2 kali morfin dan 10 kali meperidin. Levanon adalah isomer levo metadon, tidak menimbulkan euforia seperti morfin dan dianjurkan sebagai obat pengganti morfin untuk pengobatan kecanduan.
2. Propoksifen, yang aktif sebagai analgesik adalah bentuk isomer α (+). Bentuk isomer α(-) dan β-diastereoisomer aktivitas analgesiknya rendah. α (-) Propoksifen mempunyai efek antibatuk yang cukup besar. Aktivitas analgesik α (+) propoksifen kira-kira sama dengan kodein, dengan efek samping lebih rendah. α (+) propoksifen digunakan untuk menekan efek gejala withdrawal morfin dan sebagai analgesik nyeri gigi. Berbeda dengan efek analgesik narkotik yang lain, α (+) propoksifen tidak mempunyai efek antidiare, antibatuk dan antipiretik.

ANALGETIKA NON NARKOTIK
Analgetika non narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat sehingga sering disebut analgetika ringan, juga menurunkan suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai antiradang untuk pengobatan rematik. Analgetika non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem saraf pusat. Berdasarkan struktur kimianya analgetika non narkotik dibagi menjadi dua kelompok yaitu analgetik-antipiretik dan obat antiradang bukan steroid (Non Steroid antiinflamatory Drugs = NSAID).

Mekanisme Kerja
Ø  Analgesik
Analgetika non narkotik menimbulkan efek analgesik dengan cara menghambat secara langsung dan selektif enzim-enzim pada Sistem saraf pusat yang mengkatalis biosintesis prostaglandin, seperti siklooksigenase, sehingga mencegah sensitisasi reseptor rasa sakit oleh mediator-mediator rasa sakit, seperti baradikinin, histamin, serotonin, prostasiklin, prostaglandin, ion-ion hidrogen dan kalium, yang dapat merangsang rasa sakit secara mekanis atau kimiawi.
Ø  Antipiretik
Analgetika non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi buluh darah perifer dan mobilisasi air sehingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat.
Ø  Antiradang
Analgetika non narkotik menimbulkan efek antiradang dengan menghambat biosintesis dan pengeluaran prostaglandin dengan cara memblok secara terpulihkan enzim siklooksigenase sehingga menurunkan gejala keradangan. Mekanisme lain adalah menghambat enzim-enzim yang terlibat pada biosintesis mukopolisakarida dan glikoprotein, meningkatkan pergantian jaringa kolagen dengan memperbaiki jaringan penghubung dan mencegah pengeluaran enzim-enzim lisosom melalui stabilisasi membran yang terkena radang.

Penggolongan
·      Analgetik-Antipiretika
Obat golongan ini digunakan untuk pengobatan simptomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit Berdasarkan struktur kimianya obat analgetik-antipiretika dibagi menjadi dua kelompok yaitu turunan anilin adan para-aminifenol, dan turunan 5-pirazolon.

a.      Turunan Anilin dan para-Aminofenol
Turunan anilin dan p-aminofenol, seperti asetaminofen, asetanilid, dan fanasetin, mempunyai aktivitas analgesik-antipiretik sebanding dengan aspirin, tapi tidak memiliki efek anti inflamasi dan antirematik. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa nyeri kepala dan nyeri pada otot atau sendi, dan obat penurun panas yang cukup baik. Efek samping yang ditimbulkan antara lain adalah methemoglobin dan hepatotoksik.
Hubungan struktur-aktivitas:
1.  Anilin mempunyai efek antipiretik cukup tinggi tetapi toksisitasnya juga besar karena menimbulkan methemoglobin, suatu bentuk hemoglobin yang tidak dapat berfungsi sebagai pembawa oksigen.
2.      Substitusi pada gugus amino mengurangi sifat kebasaan dan dapat menurunkan aktivitas dan toksisitasnya. Asetilasi gugus amino (asetanilid) dapat menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar menyebabkan pembentukan methemoglobin dan mempengaruhi jantung. Homolog yang lebih tinggi dari asetanilid mempunyai kelarutan dalam air sangat rendah sehingga efek analgesik dan antipiretiknya juga rendah.
3.    Turunan aromatik dari asetanilid, seperti benzenanilid, sukar larut dalam air, tidak dapat dibawa oleh cairan tubuh ke reseptor sehingga tidak menimbulkan efek analgesik, sedang salisilanilid sendiri walaupun tidak mempunyai efek analgesik tetapi dapat digunakan sebagai antijamur.
4.     Para-aminifenol adalah produk metabolic dari anilin, toksisitasnya lebih rendah disbanding anilin dan turunan orto dan meta, tetapi masih terlalu toksik untuk langsung digunakan sebagai oat sehingga perlu dilakukan modifikasi struktur untuk mengurangi toksisitasnya.
5.      Asetilasi gugus amino dari para-aminofenol (asetaminofen) akan menurunkan toksisitasnya, pada dosis terapi relatif aman tetapi pada dosis yang lebih besar dan pada pemakaian jangka panjang dapat menyebabkan methemoglobin dan kerusakan hati.
6.   Eterifikasi gugus hidroksi dari para-aminofenol dengan gugus metil (anisidin) dan etil (fenetidin) meningkatkan aktivitas analgesik tetapi karena mengandung gugus amino bebas maka pembentukan methemoglobin akan meningkat.
7.       Pemasukan gugus yang bersifat polar, seperti gugus karboksilat dan sulfonat, ke inti benzene akan menghilangkan aktivitas analgesik.
8.     Etil eter dari asetaminofen (fenasentin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi, tetapi pada penggunaan jangka panjang menyebabkan methemoglobin, kerusakan ginjal dan bersifat karsinogenik sehingga obat ini dilarang di Indonesia.
9.   Ester salisil dari asetaminofen (fenetsal) dapat mengurangi toksisitas dan meningkatkan aktivitas analgesik.

b.      Turunan 5-Pirazolon
Turunan 5-pirazolon, seperti antipirin, amidopirin, dan metampiron mempunyai aktifitas analgesik-antipiretik dan antirematik serupa dengan aspirin. Turunan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada keadaan nyeri kepala, nyeri pada spasma usus, ginjal, saluran empedu dan usus, neuralgia, migraine, dismenore, nyeri gigi dan nyeri pada rematik. Efek sampinga yang ditimbulkan oleh turunan 5-pirazolon adalah agranulositosis yang dalam beberapa kasus dapat berakibat fatal.

Anti Radang Bukan Steroid
Berdasarkan struktur kimianya obat antiradang bukan steroid dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu turunan salisilat, turunan 5-pirazolidindion, turunan asam N-arilantranilat, turunan salisilat, turunan heteroarilasetat, turunan oksikam dan turunan lain-lain.

Turunan asam salisilat
Asam salisilat memiliki aktivitas analgesik antipiretik dan antirematik, tetapi tidak digunakan secara oral karena terlalu toksik. Yang banyak digunakan sebagai analgesik anti piretik adalah senyawa turunannya. Turunan asam salisilat digunakan untuk mengurangi rasa nyeri pada kepala, nyeri otot dan nyeri yang berhubungan dengan rematik. Kurang efektif untuk mengurangi nyeri pada gigi, dismenore, dan nyeri pada kanker, tidak efektif untuk mengurangi nyeri pada kram, kolik dan migrain, turunan asam salisilat mempunyai efek samping mengiritasi lambung. Iritasi lambung yang akut kemungkinan berhubungan dengan gugus karboksilat yang bersifat asam, sedangkan iritasi kronik kemungkinan disebabkan oleh penghambatan pembentukan prostaglandin E1 dan E2, yaitu suatu senyawa yang dapat meningkatkan vasodilatasi mukosa lambung, sehingga terjadi peningkatan sekresi asam lambung dan vasokonstriksi mukosa lambung, yang menyebabkan nekrosis iskemik dan kerusakan mukosa lambung.
Untuk meningkatkan aktivitas analgesik-antipiretik dan menurunkan efek samping, modifikasi struktur turunan asam saisilat telah dilakukan melalui empat jalan, yaitu:
1.      Mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester atau amida. Turunan tipe ini memiliki efek antipiretik rendah dan lebih banyak untuk penggunaan setempat sebagai counterirritant dan obat gosok karena di absorbs dengan baik melalui kulit.
Contoh: metilsalisilat, asetaminosasol, natrium salisilat, kolin salisilat, magnesium salisilat dan salisilamid.
2.      Substitusi pada gugus hidroksil, Contoh : asam asetil salisilat ( aspirin ) dan salsalat.
3.      Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Modifikasi ini berdasarkan pada prinsip salol, dan pada in vivo senyawa di hidrolisis menjadi aspirin.
4.      Memasukan gugus hidroksil atau gugus yang lain pada cincin aromatik atau mengubah gugus-gugus fungsional. Contoh : flufensial, diflunisal dan meseklazon.

Hubungan struktur-aktivitas turunan asam salisilat
1.  Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting untuk aktivitas dan letak gugus hidroksil harus berdekatan dengannya.
2.  Turunan halogen, seperti asam 5-klorsalisilat, dapat meningkatkan aktivitas tetapi menimbulkan toksisitas lebih besar.
3.    Adanya gugus amino pada posisi 4 akan menghilangkan aktivitas.
4.  Pemasukan gugus metil pada posisi 3 menyebabkan metabolisme atau hidrolisis gugus asetil menjadi lebih lambat sehingga masa kerja obat menjadi lebih panjang.
5.    Adanya gugus aril yang bersifat hidrofob pada posisi 5 dapat meningkatkan aktivitas.
6. Adanya gugus difluorofenil pada posisi meta dari gugus karboksilat (diflunisal) dapat meningkatkan aktivitas analgesik, memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping, seperti iritasi saluran cerna dan peningkatan waktu pembekuan darah.
7.    Efek iritasi dari aspirin dihubungkan dengan gugus karboksilat. Esterifikasi gugus karboksil akan menurunkan efek iritasi tersebut. Karbetil salisilat adalah ester karbonat dari etil salisilat, ester ini tidak menimbulkan iritasi lambung dan tidak berasa.

Turunan 5-Pirazolidindion
Turunan 5-Pirazolidindion, seperti fenilbutazon dan oksifenbutazon, adalah antiradang non steroid yang banyak digunakan untuk meringankan rasa nyeri yang berhubungan dengan rematik, penyakit pirai pada sakit persendian. Turunan ini menimbulkan efek samping agranulositosis yang cukup besar dan iritasi lambung.

Turunan Asam N-Arilantranilat
Asam antranilat adalah analog nitrogen dari asam salisilat. Turunan Asam N-Arilantranilat digunakan sebagai antiradang pada pengobatan rematik, dan sebagai analgesik untuk mengurangi rasa nyeri yang ringan dan moderat. Turunan ini menimbulkan efek samping san iritasi saluran cerna, mual, diare, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis dan trombositopenia.

Hubungan struktur aktivitas
1.    Turunan asam N-antranilat mempunyai aktivitas yang lebih tinggi bila pada cincin benzene yang terikat atom N mempunyai substituen-substituen pada posisi 2,3, dan 6.
2.    Yang aktif adalah turunan senyawa 2,3-disubstitusi. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa mempunyai aktivitas yang lebih besar apabila gugus-gugus pada N-aril berada di luar koplanaritas asam antranilat. Struktur tidak planar tersebut sesuai dengan tempat reseptor hipotetik antiradang. Contoh: adanya substituen orto-metil pada asam mefenamat dan orto-klor pada asam meklofenamat akan meningkatkan aktivitas analgesik
3.    Penggantian atom N pada asam antranilat dengan gugus-gugus isosterik seperti O,S, dan CH2 dapat menurunkan aktivitas.

Permasalahan:
1. Mengapa pada penggunaan obat analgetik narkotik harus dibatasi?
2. Bagaimana cara kerja obat analgetik narkotik golongan morfin? dan apa efek sampingnya?
3. Obat-obat apa saja yang digunakan pada terapi nyeri?


DAFTAR PUSTAKA

Patrick, G. 1995.  An Introductin To Medicinal Chemistry. Oxford University Press, New York.
Siswandono dan Soekardjo, B. 2008. Kimia Medisinal edisi ke-2. Airlangga University Press, Surabaya.
Sovia, E dan E. R. Yuslianti. 2019. Farmakologi Kedokteran Gigi Praktis. Deepublish, Yogyakarta.

Komentar

  1. Terima kasih, artikelnya cukup membantu, saya akan mencoba menjawab persoalan no 1 : penggunaan obat analgetik narkotik harus dibatasi, obat analgetik narkotik ini harusnya dikonsumsi sesuai dengan resep dokter yang telah diberikan karena pemakaian atau mengkonsumsi obat analgetik narkotik terlalu sering bisa menyebabkan ketergantungan.

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Hai maya andini, saya akan mencoba menjawab pertanyaan nomor 3,pada terapi nyeri pemilihan obat tergantung pada jenis nyeri yang dialami. Diantara lain obatnya, yaitu:
    1. Nyeri ringan (keseleo, sakit gigi) obat yang digunakan yaitu analgetik perifer, misal paracetamol.
    2. Nyeri yang hebat (nyeri-nyeri organ dalam, ex: lambung) obat yang digunakan yaitu analgetik sentral (narkotik) dengan suatu obat pelawan kejang. Misal morfin dg atropin

    BalasHapus
  4. Baiklah maya saya disini akan mencoba menjawab pertanyaan no 2 yaitu Obat analgetik narkotik golongan morfin merupakan obat yang digunakan untuk menghilangkan rasa sakit. Dalam mengatasi nyeri morfin bekerja dengan cara menghambat sinyal saraf nyeri ke otak, sehingga tubuh tidak merasakan sakit. Adapun efek samping yang ditimbulkan morfin, yaitu gangguan tidur, gatal, berkeringat, dll.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hii maya!!
      Saya ingin menambahkan jawaban dari sodari Anis cahyani, menurut sumber yg saya baca biasanya efek samping dr morfin ini tu akan hikang dengan sendirinya setelah tubuh menyesuaikan diri dengan obat. Jika efek ny tak kunjung reda atau tambah parah ini sebaiknya ditangani oleh tenaga medis, misal tumbul efek, kejang, sesaj napas, halu dan hilang kesadaran.

      Hapus
  5. Hii Maya!!terimakasih artikelnya sangat bermanfaat sekali. Saya ingin menambahkan sedikit jawaban dari permasalahn no 3.
    Obat golongan narkotika memang berguna sebagai analgesik, namun perlu diperhatikan selain dapat menyebabkan ketergantungan terdapat efek samping lain yang dihasilkan. Efek samping utama dari narkotika adalah depresi napas, yang dapat menyebabkan seseorang menjadi apnea atau tidak bernapas. Oleh karena itu, kita banyak mendengar kalau orang yang mengalami overdosis narkotika dapat berakhir meninggal.
    Selain itu, narkotika juga mengurangi motilitas alias kontraksi usus. Hal ini dapat menyebabkan konstipasi. Oleh sebab itu, penggunaan narkotika harus benar-benar dilakukan dalam supervisi medis, yakni digunakan secara tepat dengan dosis yang tepat pula.

    BalasHapus
  6. Hai Maya. Terimakasih atas pemaparan nya. Saya akan mencoba menyelesaikan permasalahan yang point 1. Analgetik narkotik harus dbatasi itu karena dapat menimbulkan ketergantungan. Selain itu mekanisme nya adalah dengan menekan sistem saraf pusat secara selektif, maka apabila digunakan berlebihan maka akan terus menekan sistem saraf pusat Dan akan menyebabkan kelainan pada sistem saraf pusat. Terimakasih

    BalasHapus
  7. terimakasih maya untuk artikel nya, artikel yang sangat menarik untuk menambah pengetahuan. saya akan membantu menjawab permasalahan pada point 1. Mengapa pada penggunaan obat analgetik narkotik harus dibatasi? karena pada obat analgetik narkotik mempunyai risiko besar terhadap ketergantungan obat(adiksi) dan kecenderungan penyalahgunaan obat. Obat ini hanya dibenarkan untuk pengobatan insidentil pada nyeri hebat (trauma hebat, patah tulang, nyeri in&ark jantung,kolik batu empedu 7 batu ginjal). tanpa indikasi kuat, tidak dibenarkan penggunaannya secara kronik, disamping untuk mengatasi nyeri hebat, penggunaan narkotik diindikasikan padakanker stadium lanjut karena dapat meringankan penderitaan.

    semoga dapat memahami jawabannya.
    terimakasih !

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer